Kamis, 27 November 2008

Oleh: Ier Ruswelie

Semua berawal dan berpusat dari apa yang mereka sebut dengan Krisis Global. Dari mana krisis global ini berasal? Jawabannya tentu sudah banyak orang tahu, dialah Amerika Serikat (selanjutnya akan ditulis AS).

Cerita menurunnya valas di Indonesia diawali dengan kegiatan para investor yang notabene berkewarganegaraan asing itu menarik semua sahamnya dari negeri tercinta ini. Hal tersebut jelas merugikan kita, Indonesia. IHSG langsung turun tak terkendali, alhasil bikin para perusahaan negeri kita kelabakan. Gimana enggak, asset sahamnya menurun nilainya.

Efeknya pada nilai tukar rupiah pun gak jauh beda. Penarikan saham dalam nilai rupiah ini dikonversi langsung ke USD untuk menggeliatkan kembali perekonomian negara adidaya itu. Alhasil, nilai tukar rupiah langsung terjun bebas. Dunia perbankan kelabakan, pemerintah panik, para pengusaha protes supaya pemerintah segera memberikan tindakan nyata untuk kembali menstabilkan nilai tukar rupiah tersebut.

Lalu, bagaimana dengan ekspor kita? Teorinya, kalau misalkan rupiah melemah, giatkan ekspor untuk menjejal isi saku dengan dolar. Tapi, sayangnya teori itu cuma berlaku di kertas bangku perkuliahan saja. Pada kenyataannya, hal tersebut sama sekali gak berlaku sekarang ini.

Para pengusaha eksportir pada ketar-ketir sekarang ini, malah banyak yang berkeputusan untuk men-shut down perusahaannya bahkan mungkin exit dari perindustrian. Hal ini, gak lain terjadi karena efek domino yang disebabkan oleh resesi AS. Efek domino yang menjerat para pengusaha ekspor dalam ketidakberdayaan saat melihat gak adanya permintaan dari pasar.

Gimana bisa gak ada permintaan dari pasar?! Jelas bisa, kalau daya beli orang-orang menurun gara-gara PHK atau gulung tikar perusahaannya mengakibatkan menurunnya daya beli orang-orang dan akhirnya pemerintah negara yang bersangkutan pun mengambil kebijakan untuk membatasi atau malah menghentikan impornya dari negara lain.

Lalu, yang jadi pertanyaan saya adalah, kalau pembatasan angka impor diambil oleh misalkan saja AS, Eropa dan kawan-kawan, kenapa kita gak ikutan juga untuk membatasi jumlah impor kita?!

Maksud saya di sini, dengan angka ekspor yang berkurang, apa gak bisa diimbangi dengan angka impor yang diperkecil seminimal mungkin?! Supaya... likuiditas dolar gak sebegitu ketatnya?!

Dengan angka impor yang diperkecil, kita mungkin akan sedikit menderita. Harga barang impor yang lebih murah gak bisa lagi kita konsumsi. Tapi, apa kita sebegitu pengecutnya sampai takut sedikit sengsara?!

Semua perlu pengorbanan. Dan untuk hal yang makro seperti ini, diperlukan pengorbanan bukan hanya oleh satu orang saja, tapi diperlukan kebesaran jiwa seluruh bangsa Indonesia.

Saya gak pernah meragukan kecintaan rakyat Indonesia pada negaranya, tapi yang saya sesalkan adalah keraguan pemerintah dalam bertindak. Saya gak mungkin mengkonsumsi secangkir kopi kalau gak ada. Begitu pula dengan kasus ini, rakyat Indonesia pasti bakalan mencari alternatif lain bila barang impor gak ada. Bahkan mungkin akan bergairah untuk memproduksi barang konsumsi dalam negeri karena permintaan yang tinggi saat terbatas atau gak adanya barang-barang impor. Bukankah ini salah satu cara untuk menggeliatkan perekonomian negara sendiri secara riil?! Dan tentunya kembali menaikkan nilai tukar rupiah terhadap valas. Alhasil, likuditas valas pun bakal meningkat.

6 komentar:

salma mengatakan...

hmmmm, bagus-bagus...

bener juga, harusnya qta nyari solusi dari negara qta sendiri daripada mempermasalahkan ekspor yang menurun gara2 faktor eksternal...

bahasanya juga gampang dimengerti, bukan kaya bahasa copas alias copy paste....

Rayenda mengatakan...

hai hai...
numpang nimbrung

1. Dibanding tulisan yang sebelumnya, menurut gue ini yg paling bagus. Sistematika merangkai mikro,makro, plus investment juga bagus.

2.kurang dikit lagi...kalau ga, menurut gue loe dah cocok s2 :P
yakni tipikal anak yg baru kuliah. Masih pake perasaan. Kalau tadi ada data lengkap, sumber data, menurut gue tulisan ini cukup bagus.

Nice work!

ier mengatakan...

hwaaaaaaaa.... aku terharu...
thank you thank you (pake gaya obama,, hwekekeke)...
bakal lebih giat lagi belajar... makasih....

Ayu Agustin mengatakan...

yap..bener banget...solusi itu lebih penting daripada menyalahkan semua orang, ubah sistemya..

Ayu Agustin mengatakan...

ahaha...knapa ya seakan2 pribadi ganda? haha...

ws mengatakan...

ier hasil analisis sangat bagus.

kembali pada pertanyaan anda kenapa kita tidak melakukan pembatasan impor? saya pikir pemerintah sudah memikirkan hal itu jauh-jauh hari. buktinya pemrintah telah melakukan anti dumping setelah anti dumping dari produk-produk cina, malah sekarang Indonesia memperketat kebijakan impor di lima sektor riil.
menyangkut pemberlakuan produk dalam negeri, menurut saya pemerintah melakukan segala kebijakan bukan tanpa pertimbangan. kita juga harus mengetahui apa efek samping dari segala kebijakan, tidak hanya pada satu sisi. contoh bahan baku baja krakatau steel kebanyakan dari import sebab harga bahan baku baja Indonesia lebih mahal dari luar negeri, jika saja pemberlakuan semua bahan baku dalam negeri, apa yang akan terjadi? apakah perusahaan bisa bertahan? dengan kenaikan cost yang tinggi. yang kedua, kemungkinan pencarian alternatif lain akan terjadi. akan tetapi, ini tidak bisa dilakukan untuk jangka pendek satu atu dua tahun mendatang, ini bisa dilakukan untuk solusi jangka panjang, dengan pengurangan bukan penghentian konsumsi barang x diganti barang y.