Kamis, 27 November 2008

Oleh: Finz_xxx

Kita semua tentu sudah tahu bahwa saat ini negara super power Amerika sedang dalam masalah/krisis keuangan. Penyebab dari krisis ekonomi AS adalah penumpukan hutang nasional yang mencapai 8,98 triliun USD, pengurangan pajak koperasi, pembengkakakkan biaya perang Irak dan Afganistan, dan yang paling krusial adalah Subprime Mortgage: Kerugian surat berharga property sehingga membangkrutkan Lehman Brothers, Merryl Lynch, Goldman Sachs, Northern Rock, USB, Mitsubishi UF.

Krisis keuangan yang menimpa Amerika jelas juga berdampak di Indonesia, seperti harga rupiah yang terus melemah, IHSG yang juga tidak sehat, ekspor diperkirakan juga menjadi terhambat karena perusahaan-perusahaan AS akan melakukan politik banting harga.

Berbagai kalangan sudah memperkirakan bahwa dampak krisis keuangan di Negeri Paman Sam ini akan menjadi krisis global. Efek dominonya akan melebar ke mana-mana. Hal ini dikarenakan negara-negara di dunia, termasuk Indonesia, banyak melakukan hubungan bisnis dan dagang dengan AS, baik di pasar keuangan maupun kegiatan ekspor-impor.

Saat ini nilai kurs rupiah terus menurun seiring dengan menguatnya dolar AS. Hal ini disebabkan permintaan terhadap dolar yang terus meningkat, sedangkan pasokan dolar AS yang menurun. Naiknya permintaan dolar disebabkan karena tingkat kepercayaan masyarakat terhadap dolar lebih besar dibandingkan rupiah. Masyarakat mulai berspekulasi dengan membeli dolar sebanyak-banyaknya sehingga hal ini menyebabkan dolar terus menguat dibanding rupiah.

Selain itu, perekonomian AS yang semakin memburuk membuat AS mengurangi kuota impornya dari luar negeri, termasuk Indonesia. Ekspor Indonesia ke Amerika berkurang sehingga perputaran dolar di Indonesia pun berkurang.

Pelemahan kurs rupiah tak biasa dihindari mengingat institusi keuangan dan non keuangan di Amerika Serikat dan negara-negara Eropa yang merugi akibat subprime mortgage cenderung menarik modalnya di negara-negara berkembang termasuk Indonesia. Dana tersebut dipakai untuk menutup kerugian dan mempertahankan operasional perusahaan induk.

Untuk menjaga stabilitas keseimbangan permintaan dan pasokan di pasar valas, Bank Indonesia mulai mengatur pembelian valuta asing. Ketentuan ini berlaku untuk pembelian valas ke bank, baik oleh semua pelaku ekonomi selain bank seperti nasabah individu, badan hukum Indonesia, dan pihak asing. Selain untuk menjaga keseimbangan permintaan dan pasokan di pasar valas, peraturan ini dikeluarkan juga untuk mengurangi tekanan yang berlebihan terhadap nilai tukar rupiah dan meminimalkan tujuan pembelian valuta asing yang bersifat spekulatif.

Pada hakikatnya, pelemahan rupiah secara terukur justru membawa sejumlah manfaat bagi perekonomian domestik. Pelemahan rupiah yang terkendali akan menolong eksportir bagi perekonomian domestik. Pelemahan rupiah yang terkendali akan menolong eksportir yang terimbas resesi global. Kondisi itu juga akan menekan impor sehingga surplus devisa nerasa perdagangan terjaga. Impor yang menurun selanjutnya akan mengurangi tekanan inflasi yang berasal dari barang impor (imported inflation). Jika inflasi turun, Bank Indonesia tentu tak perlu lagi menaikkan suku bunga acuan atau BI Rate yang kini berada di level 9,5 %. Suku bunga kredit yang murah amat diperlukan agar sektor riil tak kehilangan daya saing.

Akan tetapi yang terjadi saat ini adalah penurunan nilai rupiah yang fluktuatif dan menyebabkan ketidakpastian keadaan ekonomi. Pengusaha impor mengalami high cost economy karena harga bahan baku produksi yang harus dibeli menjadi relatif lebih mahal. Melemahnya nilai tukar rupiah, terutama terhadap dolar AS dan Yen Jepang, akan mempengaruhi harga pokok produksi industri kendaraan karena kandungan impor bahan bakunya. Pada industri sepeda motor, impor bahan baku maksimal sebesar 30%.

Kenaikan biaya pokok produksi tentu mendorong industri menaikkan harga penjualan produk. Namun, penjualan otomotif di pasar domestik akan lebih banyak dipengaruhi oleh suku bunga kredit, tingkat inflasi, dan akses pembiayaan. Harga jual peroduk bagi masyarakat akan meningkat dan membebani masyarakat.

Menguatnya nilai dolar juga memiliki dampak global. Penurunan nilai mata uang negara lain terhadap dolar menyebabkan kenaikan harga barang terutama di negara-negara berkembang yang akhirnya menyebabkan tingkat inflasi meningkat.

2 komentar:

salma mengatakan...

bagus nih...

pembahasannya lumayan menyeluruh, mulai dari penyebab penurunan likuiditas valas, akibat/manfaatnya trus apa yang dilakukan BI...

mungkin akhirnya aja yang rada gantung...

Rayenda mengatakan...

hai hai...

Lumayan bagus...hingga masalah high cost economy. Bukankah semua commodity juga turun ya? atau maksudnya bahan baku yang diimpor? misalnya apa? material jumlahnya?

Trus, bukannya harga alumunium turun dari 1.5 jadi 0.60? Komoditas turun lbh dari 50%. Sementara, kurs melemah 10%. trus gmn dong HPP nya tadi?

Oke2...begini2...setiap pertukuran mata uang, pasti melewati US dulu. Misal, ke SGD maka: IDR-USD-SGD

Hm...menurut gue cukup okay...hanya masalah deeper overview of macroeconomics aja yg kurang...sisanya mantap