Selasa, 28 April 2009

Selayang Pandang Situasi Perbankan Indonesia Saat ini

Created by:

Fina

Bank Indonesia selaku otoritas moneter telah mengambil kebijakan moneter yang lebih longgar sebagai respons atas situasi ekonomi dalam negeri yang sedikit bergerak ke arah yang kondusif dengan menurunkan lagi BI rate. Keputusan Bank Indonesia (BI) tersebut disambut gembira dunia usaha. Pasalnya BI Rate yang rendah diharapkan bisa mendorong turunnya suku bunga kredit perbankan. Di tengah daya beli masyarakat yang turun dan melemahnya kinerja industri nasional, suku bunga yang rendah merupakan stimulus yang dinantikan dunia usaha.

Namun, sayangnya, sejak BI Rate diturunkan, salah satu yang dikeluhkan sektor riil adalah suku bunga kredit yang tetap tinggi. Dalam situasi moneter yang normal, koreksi BI Rate akan mendorong turunnya suku bunga kredit. Namun, situasi yang normal tersebut belum bisa terlihat saat ini.

Meskipun BI dan pemerintah sudah mengeluarkan banyak kebijakan untuk melonggarkan likuiditas, ternyata likuiditas di pasar masih cukup ketat. Itu tercermin dari masih tingginya suku bunga deposito yang ditawarkan kepada korporasi dan nasabah kaya dengan simpanan di atas Rp 1 miliar. Likuiditas yang masih ketat juga tercermin dari masih seretnya penyaluran kredit.

Ada beberapa faktor yang menyebabkan likuiditas tetap kering;

· Pertama, kebijakan buy back saham oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Dengan adanya kebijakan tersebut, BUMN cenderung menahan dananya agar sewaktu-waktu, ketika harga saham sedang jatuh, dana bisa langsung digunakan.

· Kedua, perbankan di Indonesia kesulitan mendapatkan dana dari pasar regional dan internasional. Ini terjadi karena pasar regional juga mengalami kekeringan likuiditas, terutama dollar AS.

· Ketiga, tingkat risiko Indonesia naik sehingga kreditor akan berpikir ulang untuk memberi pinjaman kepada perbankan dan perusahaan di Indonesia.

Dalam situasi pasar normal, bank akan meminjamkan dananya kepada bank yang membutuhkan, tetapi dalam pasar yang tidak normal seperti ini, maka bank-bank berhati dan memilih memegang dananya, sehingga likuiditas menjadi ketat. Hal ini membuat segmentasi di mana terdapat bank yang memiliki likuiditas banyak dan bank yang kerepotan untuk mencari dana guna memenuhi kebutuhannya.

Di satu sisi, likuiditas perbankan memang sudah bergerak positif terlihat dari tingginya dana pihak ketiga (DPK). Namun di sisi lain, kesiapan sektor riil dalam menyerap likuiditas masih diragukan pihak bank. Akibat banyak meraup dana pihak ketiga (DPK) tetapi tidak banyak menyalurkan kredit, sejumlah bank mengalami kelebihan likuiditas. Ujung-ujungnya, dana perbankan di Sertifikat Bank Indonesia (SBI) kembali melonjak tinggi.

Jumlah Sertifikat Bank Indonesia terus meningkat dalam beberapa bulan terakhir. SBI menjadi pilihan terbaik perbankan menempatkan likuiditasnya di tengah kemandekan penyaluran kredit dan minimnya ketersediaan instrumen investasi aman lainnya. Bank memilih aman dengan menempatkan dana-dana jangka pendeknya ke instrumen yang memberikan return lebih pasti dan aman seperti sertifikat Bank Indonesia (SBI). Inilah yang menyebabkan penempatan dana oleh perbankan ke SBI kembali melonjak

Perbankan memiliki kepentingan untuk memperbaiki kinerja keuangan akibat krisis ekonomi. Namun, perbankan hendaknya jangan hanya berorientasi ke dalam, tapi juga outlooking sehingga hasil dari policy BI yang tepat segera diikuti perbankan

Selain itu, perbankan seharusnya mengurangi persaingan antarbank, sehingga bisa menekan tingginya suku bunga kredit. Pelaku usaha berharap suku bunga kredit bank pemerintah ataupun bank swasta diturunkan segera. Penurunan suku bunga kredit bisa membantu beban usaha yang selama ini terbebani bunga yang tinggi. Kalau suku bunga turun, pengusaha bisa menjaga cash flow dengan baik sehingga mampu menghadapi krisis dan memenuhi kewajiban kepada bank secara tepat waktu.

Spread suku bunga simpanan dan suku bunga kredit seharusnya dipersempit sehingga kredit tetap mengucur deras. Dengan kata lain, perbankan harus mau sedikit berkorban untuk kepentingan semua pihak. Namun, jika perbankan tidak memiliki komitmen kuat menggerakkan ekonomi sektor riil dan memilih aman, serendah apa pun level BI Rate tidak akan memberikan dampak yang signifikan.

Di samping itu, pemilik dana juga harus maklum jika perbankan menurunkan suku bunga dana, agar peluang menurunkan suku bunga kredit bisa diwujudkan. Tentu sulit bagi perbankan kalau pemilik dana masih menghendaki suku bunga tinggi, sementara di sisi lain perbankan dituntut menurunkan suku bunga kredit. Jadi, perbankan dan pemilik dana harus sama-sama menyadari penurunan suku bunga memberikan manfaat untuk khalayak luas.

Tidak ada komentar: